KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirobbilalamin,
puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayahnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis tentang sejarah desa Banjaran.
Selama
proses penyusunan penulis menemukan banyak hambatan dan rintangan, namun
hambatan dan rintangan tersebut dapat penulis atasi berkat bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak.
Alhamdulillah,
penulis dalam kurun waktu 67 hari dapat menyelesaikan ringkasan sejarah ini
dari mulai temu wicara dengan berbagai nara sumber, kunjungan ke tempat- tempat
yang berhubungan sampai menyusun dan menghasilkan karya tulis ini.
Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Ibu
Hj. Titi Siti Latifah, S, Sos, MM, selaku camat kecamatan Banjaran.
2.
Kepala
desa Banjaran Bapak Efen Supra’i beserta
segenap jajarannya.
3.
Bapak
M. Nasir (Alm), selaku juru tulis desa Banjaran pada masa beliau hidup.
4.
Kuncen Makom Keramat Mbah Dalem Aria Saringsingan.
5.
Keluarga
besar museum Talaga Manggung.
6.
Kuncen
Wanaperih.
7.
Semua
pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan karya tulis ini yang tidak bisa
kami sebutkan satu per satu.
Semoga
Allah SWT memberikan balasan atas segala yang telah Bapak/Ibu/ Saudara berikan.
Penulis
menyadari bahwa banyak sekali kekurangan dalam penyusunan sejarah desa Banjaran
ini. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan, waktu, dan sarana serta
hal lainnya.
Karena
itu, kritik dan saran serta segala hal yang bersangkutan dengan sejarah ini
yang belum bisa kami paparkan diharapkan untuk melengkapi isi sejarah ini.
Penulis
berharap semoga sejarah desa Banjaran ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Banjaran,
12 mei 2009
Eman
Suherman
Pendahuluan
Budaya dan sejarah merupakan satu
ikatan mata rantai yang saling bertautan. Budaya itu sendiri kadang hilang
bersama zaman jika kita sebagai pelaku dari sejarah itu sendiri seolah tidak
peduli lagi terhadap budaya yang kita hadapi.
Padahal Makna dari kebudayaan adalah
sejarah yang tidak bisa tergantikan oleh apapun karena mempunyai nilai historis
dan tradisi masing-masing.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh
beberapa nara sumber, mungkin tidak akan bisa diketahui jika sang nara sumber
itu telah tiada dan tanpa meninggalkan cerita sebenarnya dari sejarah itu
sendiri.
Penulis sengaja menyusun sejarah
tentang awal mulanya Desa Banjaran ini sebagai bentuk kepedulian terhadap budaya
daerah dan melestarikan sejarah itu sendiri dan merasa takut akan kehilangan
jati diri budaya daerahnya.
Semoga ringkasan sejarah Desa Banjaran
ini menjadi penerus akan cita-cita nenek moyang, khusunya para pelaku
sejarah Desa Banjaran dan menjadi cermin
dari apa segala bentuk kebaikannya.
Sejarah singkat Banjaran
Banjaran
merupakan satu desa di Kabupaten Majalengka yang mempunyai keterikatan sejarah
dengan Kerajaan Mataram dan Kerajaan kerajaan lain di kepulauan indonesia
karena berlatar belakang sejarah yang begitu erat dan bertaut satu sama
lainnya.
Leluhur Desa
Banjaran Yang kini dimakamkan di blok Banjaran girang Dikenal Dengan Nama Mbah Dalem Aria
Saringsingan merupakan leluhur yang hingga kini makam keramatnya masih sering
menjadi tempat jiarah terutama orang-orang dari jawa tengah, cirebon bahkan
dari daerah diuar kepulauan Jawa.
Lalu bagaimana
asal mulanya Mbah Dalem Aria Saringsingan Tersebut ?
Cerita berawal
Pada Tahun 1590 Raja Kelima (5) Talaga manggung Yaitu Pangeran Setya pati Aria
Kikis( Sunan Wana Perih) Wapat. Beliau Merupakan Putra Ke 2 dari enam
bersaudara Ratu Sunya larang dan digantikan Oleh Putra ketiganya yaitu Pangeran
Apun Surawijaya untuk melanjutkan
kerajaan Talaga Manggung.
Kerajaan pada
masa Pangeran Apun Surawijaya saat itu dititik beratkan pada bidang agama
sehingga jalinan komunikasi dengan kerajaan Cirebon semakin erat Dan semakin
bersatu dalam kenegaraannya.
Salah satu
putri dari Ibunda Ratu Sunyalarang yaitu Ratu Radeya menikah dengan putra Sunan
Umbu Luar yaitu Raden Ulun Parancaherang yang terkenal dengan nama Mbah Dalem
Aria Saringsingan. beliau sangat disegani oleh masyarakat karena kejujuran ,
keberanian dan kesaktiannya
Cerita berawal
dari sayembara sang raja mataram yang senantiasa melakukan kejuaraan rutin adu
Muncang dan Balapan kuda. dan kabar sayembara itu sendiri sampai ke telinga
kerajaan kerajaan di wilayah cirebon termasuk juga kerajaan Talaga Manggung.
Melihat Kesaktian dan kesabaran Mbah Dalem
Aria Saringsingan kerajaan Talaga manggung Mengutus beliau untuk berangkat ke
Mataram mengikuti kejuaraan tersebut
Hanya berbekal
Tekad yang kuat untuk membela kerajaan berangkatlah Mbah Dalem Aria Saringsingan
menuju kerajaan Mataram. beliau berangkat melalui Kuningan dan disanalah beliau
mendapatkan bekal yaitu Seekor Kuda kecil yang kini lebih sering kita kenal
dengan kuda Kuningan yang kecil tapi berani sesudah dari kuningan beliau memulung sebuah Muncang di daerah
cilimus sampai sekarang biji muncang cilimus terkenal kuat .
Setelah
melewati beberapa hari perjalanan akhirnya tiba juga Mbah Dalem Aria
Saringsingan di Kerajaan mataram beliau mendapatkan urutan terakhir baik dalam
pertandingan balapan kuda maupun Adu Muncang. dalam balapan kuda Mbah Dalem
Aria Saringsingan karena kesaktiannya berhasil menjadi juara dan dalam adu
muncang Mbah Dalem Aria Saringsingan berhasil Membuka kedok kecurangan dari
sang Raja Mataram, ternyata sang raja Mataram
Menggunakan Muncang yang terbuat dari baja. Hal itulah yang membuat Mbah
Dalem Aria Saringsingan berniat membuka kebenaran dan menegakan keadilan.
Raja Mataram
murka karena kedok keberhasilannya selama ini terbongkar seperti biasanya juga
selepas acara kompetisi Raja Mataram mengumpulan Para Utusan untuk memberi
hormat pada Raja Mataram. Namun tidak seperti biasanya , kali ini setiap Para Utusan melakukan sembah
sujud selalu di akhiri dengan senyum yang
berbeda seolah menertawakan sang raja. Merasa ada yang janggal dalam
setiap penghormatan utusan, masuklah Raja Mataram ke dalam Istana dan berkaca
diri. Alangkah terkejutnya Raja Mataram Setelah Melihat Mukanya sendiri yang
tampak dengan jelas bahwa kumisnya ternyata Hilang sebelah, Raja Mataram
berpikir ini adalah ulah dari Aria Saringsingan, karena hanya dialah yang
mempunyai kesaktian untuk melakukan hal itu.
Tanpa berpikir
panjang Raja Mataram langsung memerintahkan Prajurinya untuk menangkap Mbah
Dalem Aria Saringsingan, namun tidak segampang yang di perintahkan karena
kesaktian Mbah Dalem Aria Saringsingan ternta sulit untuk bisa menangkap. jika
oleh prajurit Mbah Dalem Aria Saringsingan tampak ada di selatan namun setelah
di kepung ternyata nampak ada di utara begitupun
jika nampak di utara ternyata ada di timur karena itu pulalah di gelarkan
padanya “Saringsingan” yang artinya susah untuk ditemui atau di tangkap oleh
prajurit mataram.
Pengejaran
pasukan Mataram terhadap Mbah Dalem Aria Saringsingan dari wilayah selatan terus
dilakukan sampai ke wilayah perbatasan talaga tepatnya di Mata Air citungtung, disana prajurit mataram menghentikan
pengejaran karena oleh Mbah Dalem Aria Saringsingan dimata air tersebut di jebak
oleh air yang begitu bening dan tikar dengan daun pulus sehingga prajurit
mataram banyak yang mati setelah meneguk air seolah tidur di tikar daun pulus
tersebut makanya Mata air itu di beri
nama citungtung yang artinya Panungtungan (Yang terakhir)
Dari Wilayah
Utara pengejaran terhenti di perbatasan banjaran tepatnya di daerah Wates Girimulya. mereka
disana dihadang oleh pasukan Kerajaan
Talaga manggung dengan menggunakan pagar bambu. Sampai sekarang daerah itu diberi nama Wates yang artinya Batas dan disana
tumbuh banyak pohon-pohon bambu.
Namun ada
beberapa orang patih kerajaan Mataram yang berhasil masuk menyamar ke daerah
banjaran tapi hal itu tidak berjalan mulus untuk menangkap Mbah Dalem Aria Saringsingan karena sebelum mereka
datang ke padepokan Mbah Dalem Aria Saringsingan
(Banjaran Girang) mereka oleh kesaktian Mbah
Dalem Aria Saringsingan dialihkan jalannya ke arah barat kini tanda itu di
kenal lewat sungai kecil Cisempong artinya disempongkeun (dialihkan). sehingga
Mbah Dalem Aria Saringsingan tetap aman
di padepokannya.
Karena
peristiwa Mbah Dalem Aria Saringsingan
itulah para tetua-tetua kerajaan dan rakyat berpendapat bahwa padepokan Mbah
Dalem Aria Saringsingan akan banyak di kunjungi
tamu atau orang yang mau berguru ilmu kesaktian maka disebutlah Babanjiran (BANJARAN)
Yang artinya kebanjiran oleh tamu baik
yang mau berguru ilmu ataupun yang hanya sekedar berjiarah.
Hal itu sampai
sekarang terbukti bahwa tamu yang datang
ke Makom Mbah Dalem Aria Saringsingan
mayoritas dari daerah cirebon , jawa timur dan jawa tengah bahkan ada yang sengaja datang berkunjung dari luar pulau jawa untuk berjiarah ke makom
Mbah Dalem Aria Saringsingan tersebut.
Setelah aman
dari masalah dengan mataram Mbah Dalem
Aria Saringsingan membuat kerajaan yang diberi nama kerajaan Banjaran yang
berazaskan Keislaman tapi posisi kerajaannya tidak berada di padepokannya
melainkan jauh di depan (Sekarang Balai Desa Banjaran) dengan maksud tujuan
tempat pertapaan atau padepokan tempat menyepi dirinya jauh dari keramaian dan kegiatan
pemerintahan.
Kerajaan
Banjaran waktu itu dipimpin Oleh Mbah Dalem Aria Saringsingan sendiri dengan
Para bidang-bidang kelembagaanya masing-masing, diantaranya:
1.
Bidang
Kebudayaan : Mbah Buyut Nayaga
2.
Bidang
Keagamaan : Kyai Santri Kuning
3.
Bidang
Kesehatan : Raden Ama Ucuk
4.
Bidang
Pertanian :
Kyai Latief
5.
Panglima
Perang : Kyai Sabit
6.
Ponggawa
Gapura : Eyang Kopral
Barang-barang
pusaka pada masa kerajaan banjaran seperti goong renceng diperintahkan oleh
Mbah Dalem Aria Saringsingan untuk di serahkan Oleh Mbah Buyut Nayaga selaku
Bidang Kebudayaan kepada Kerajaan Talaga Manggung agar tidak terjadi hal-hal
yang musrik terhadap prajuritnya Mengingat faham yang dianut oleh kerajaan
banjaran adalah islam.
Goong renceng
adalah barang pusaka yang sekarang ada di museum talaga manggung konon
khabarnya jika goong tersebut di naikan ke atas panggung maka akan berbunyi
sendiri karena di tabuh oleh kesaktinnya Mbah Buyut Nayaga.
Menurut nara
sumber Setelah Raja Aria Saringsingan wafat para balad kurawa kerajaan Mbah
Dalem Aria Saringsingan meninggalnya tidak dikubur melainkan di jelma menjadi
pohon wargu dan jika para prajurit atau rakyatnya yang membutuhkan pertolongan
maka sudah di sediakan sebuah kolam dari mata air yang letaknya tidak jauh dari
Makam Keramatnya sekarang yang di beri nama situ hideung.
Dari cerita
yang turun temurun dan adat kebiasaan para leluhur Hingga Kini Jika Ada calon
yang ingin jadi kepala desa Banjaran atau yang hendak menjadi calon pegawai
apapun maka, kebiasaanya yaitu Ziarah ke Makam Mbah Dalem Aria
Saringsingan .
Demikian
Riwayat singkat Desa banjaran yang bisa kami himpun dari berbagai nara sumber hanya
untuk melestarikan budaya dan sejarah Desa Banjaran
Banjaran, 12 Mei 2009
Tampuk
Pemerintahan Desa Banjaran
No.
|
Nama Kepala Desa
|
Masa Jabatan
|
|
Dari Tahun
|
Sampai Tahun
|
||
1
|
Aris I
|
1837
|
1866
|
2
|
Aris II
|
1866
|
1880
|
3
|
Martadinata
|
1880
|
1907
|
4
|
Sawali
|
1907
|
1918
|
5
|
Oyib
|
1918
|
1920
|
6
|
Idna Santana
|
1920
|
1950
|
7
|
Saleh
|
1950
|
1963
|
8
|
Raden D Chaeruman
|
1963
|
1967
|
9
|
H.M.I. Asyikin
|
1967
|
1998
|
10
|
H.M.O.Hopipuddin
|
1998
|
2008
|
11
|
Efen Supra’I, S.Pd.
|
2008
|
Penutup
Sejarah
merupakan bagian dari Kebudayaan. Kebudayaan tersebut merupakan satu hal yang
harus kita lestarikan bersama untuk menjaga keutuhan isi budaya tersebut.
Penulis
bertolak dari kepentingan kedaerahannya, dimana Banjaran merupakan Desa
Kelahiran yang dibanggakannya Namun semua yang tertuang tidak bisa lepas dari
apa arti dan makna yang terkandung dalam isi sejarah itu sendiri. Dalam hal ini
penulis sangat berharap untuk mendapatkan kritik dan sarannya dari pembaca yang
budiman.
Banjaran
12 Mei 2009
Eman
Suherman
lumayan
BalasHapus