Selasa, 01 Januari 2013

Sejarah Desa




KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirobbilalamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis tentang sejarah desa Banjaran.
Selama proses penyusunan penulis menemukan banyak hambatan dan rintangan, namun hambatan dan rintangan tersebut dapat penulis atasi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.
Alhamdulillah, penulis dalam kurun waktu 67 hari dapat menyelesaikan ringkasan sejarah ini dari mulai temu wicara dengan berbagai nara sumber, kunjungan ke tempat- tempat yang berhubungan sampai menyusun dan menghasilkan karya tulis ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.     Ibu Hj. Titi Siti Latifah, S, Sos, MM, selaku camat kecamatan Banjaran.
2.     Kepala desa Banjaran  Bapak Efen Supra’i beserta segenap jajarannya.
3.     Bapak M. Nasir (Alm), selaku juru tulis desa Banjaran pada masa beliau hidup.
4.     Kuncen  Makom Keramat Mbah Dalem Aria Saringsingan.
5.     Keluarga besar museum Talaga Manggung.
6.     Kuncen Wanaperih.
7.     Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan karya tulis ini yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala yang telah Bapak/Ibu/ Saudara berikan.
Penulis menyadari bahwa banyak sekali kekurangan dalam penyusunan sejarah desa Banjaran ini. Hal ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan, waktu, dan sarana serta hal lainnya.
Karena itu, kritik dan saran serta segala hal yang bersangkutan dengan sejarah ini yang belum bisa kami paparkan diharapkan untuk melengkapi isi sejarah ini.
Penulis berharap semoga sejarah desa Banjaran ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Banjaran, 12 mei 2009

Eman Suherman
 


Pendahuluan
Budaya dan sejarah merupakan satu ikatan mata rantai yang saling bertautan. Budaya itu sendiri kadang hilang bersama zaman jika kita sebagai pelaku dari sejarah itu sendiri seolah tidak peduli lagi terhadap budaya yang kita hadapi.
Padahal Makna dari kebudayaan adalah sejarah yang tidak bisa tergantikan oleh apapun karena mempunyai nilai historis dan tradisi masing-masing.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh beberapa nara sumber, mungkin tidak akan bisa diketahui jika sang nara sumber itu telah tiada dan tanpa meninggalkan cerita sebenarnya dari sejarah itu sendiri.
Penulis sengaja menyusun sejarah tentang awal mulanya Desa Banjaran ini sebagai bentuk kepedulian terhadap budaya daerah dan melestarikan sejarah itu sendiri dan merasa takut akan kehilangan jati diri budaya daerahnya.
Semoga ringkasan sejarah Desa Banjaran ini menjadi penerus akan cita-cita nenek moyang, khusunya para pelaku sejarah  Desa Banjaran dan menjadi cermin dari apa segala bentuk kebaikannya.




Sejarah singkat Banjaran
Banjaran merupakan satu desa di Kabupaten Majalengka yang mempunyai keterikatan sejarah dengan Kerajaan Mataram dan Kerajaan kerajaan lain di kepulauan indonesia karena berlatar belakang sejarah yang begitu erat dan bertaut satu sama lainnya.
Leluhur Desa Banjaran Yang kini dimakamkan di blok Banjaran girang  Dikenal Dengan Nama Mbah Dalem Aria Saringsingan merupakan leluhur yang hingga kini makam keramatnya masih sering menjadi tempat jiarah terutama orang-orang dari jawa tengah, cirebon bahkan dari daerah diuar kepulauan Jawa.
Lalu bagaimana asal mulanya Mbah Dalem Aria Saringsingan Tersebut ?
Cerita berawal Pada Tahun 1590 Raja Kelima (5) Talaga manggung Yaitu Pangeran Setya pati Aria Kikis( Sunan Wana Perih) Wapat. Beliau Merupakan Putra Ke 2 dari enam bersaudara Ratu Sunya larang dan digantikan Oleh Putra ketiganya yaitu Pangeran Apun Surawijaya untuk melanjutkan  kerajaan Talaga Manggung.
Kerajaan pada masa Pangeran Apun Surawijaya saat itu dititik beratkan pada bidang agama sehingga jalinan komunikasi dengan kerajaan Cirebon semakin erat Dan semakin bersatu dalam kenegaraannya.

Salah satu putri dari Ibunda Ratu Sunyalarang yaitu Ratu Radeya menikah dengan putra Sunan Umbu Luar yaitu Raden Ulun Parancaherang yang terkenal dengan nama Mbah Dalem Aria Saringsingan. beliau sangat disegani oleh masyarakat karena kejujuran , keberanian dan kesaktiannya
Cerita berawal dari sayembara sang raja mataram yang senantiasa melakukan kejuaraan rutin adu Muncang dan Balapan kuda. dan kabar sayembara itu sendiri sampai ke telinga kerajaan kerajaan di wilayah cirebon termasuk juga kerajaan Talaga Manggung.
 Melihat Kesaktian dan kesabaran Mbah Dalem Aria Saringsingan kerajaan Talaga manggung Mengutus beliau untuk berangkat ke Mataram mengikuti kejuaraan tersebut
Hanya berbekal Tekad yang kuat untuk membela kerajaan berangkatlah Mbah Dalem Aria Saringsingan menuju kerajaan Mataram. beliau berangkat melalui Kuningan dan disanalah beliau mendapatkan bekal yaitu Seekor Kuda kecil yang kini lebih sering kita kenal dengan kuda Kuningan yang kecil tapi berani sesudah dari kuningan  beliau memulung sebuah Muncang di daerah cilimus sampai sekarang biji muncang cilimus terkenal kuat .



Setelah melewati beberapa hari perjalanan akhirnya tiba juga Mbah Dalem Aria Saringsingan di Kerajaan mataram beliau mendapatkan urutan terakhir baik dalam pertandingan balapan kuda maupun Adu Muncang. dalam balapan kuda Mbah Dalem Aria Saringsingan karena kesaktiannya berhasil menjadi juara dan dalam adu muncang Mbah Dalem Aria Saringsingan berhasil Membuka kedok kecurangan dari sang Raja Mataram, ternyata sang raja Mataram  Menggunakan Muncang yang terbuat dari baja. Hal itulah yang membuat Mbah Dalem Aria Saringsingan berniat membuka kebenaran dan menegakan keadilan.
Raja Mataram murka karena kedok keberhasilannya selama ini terbongkar seperti biasanya juga selepas acara kompetisi Raja Mataram mengumpulan Para Utusan untuk memberi hormat pada Raja Mataram. Namun tidak seperti biasanya ,  kali ini setiap Para Utusan melakukan sembah sujud selalu di akhiri dengan senyum yang  berbeda seolah menertawakan sang raja. Merasa ada yang janggal dalam setiap penghormatan utusan, masuklah Raja Mataram ke dalam Istana dan berkaca diri. Alangkah terkejutnya Raja Mataram Setelah Melihat Mukanya sendiri yang tampak dengan jelas bahwa kumisnya ternyata Hilang sebelah, Raja Mataram berpikir ini adalah ulah dari Aria Saringsingan, karena hanya dialah yang mempunyai kesaktian untuk melakukan hal itu.


Tanpa berpikir panjang Raja Mataram langsung memerintahkan Prajurinya untuk menangkap Mbah Dalem Aria Saringsingan, namun tidak segampang yang di perintahkan karena kesaktian Mbah Dalem Aria Saringsingan ternta sulit untuk bisa menangkap. jika oleh prajurit Mbah Dalem Aria Saringsingan tampak ada di selatan namun setelah di  kepung ternyata nampak ada di utara begitupun jika nampak di utara ternyata ada di timur karena itu pulalah di gelarkan padanya “Saringsingan” yang artinya susah untuk ditemui atau di tangkap oleh prajurit mataram.
Pengejaran pasukan Mataram terhadap Mbah Dalem Aria Saringsingan dari wilayah selatan terus dilakukan sampai ke wilayah perbatasan talaga tepatnya di Mata Air citungtung,  disana prajurit mataram menghentikan pengejaran karena oleh Mbah Dalem Aria Saringsingan dimata air tersebut di jebak oleh air yang begitu bening dan tikar dengan daun pulus sehingga prajurit mataram banyak yang mati setelah meneguk air seolah tidur di tikar daun pulus tersebut makanya Mata air  itu di beri nama citungtung yang artinya   Panungtungan (Yang terakhir)
Dari Wilayah Utara pengejaran terhenti di perbatasan banjaran  tepatnya di daerah Wates Girimulya. mereka disana dihadang oleh pasukan  Kerajaan Talaga manggung dengan menggunakan pagar bambu. Sampai sekarang daerah itu  diberi nama Wates yang artinya Batas dan disana tumbuh banyak pohon-pohon bambu.

Namun ada beberapa orang patih kerajaan Mataram yang berhasil masuk menyamar ke daerah banjaran tapi hal itu tidak berjalan mulus untuk menangkap Mbah  Dalem Aria Saringsingan karena sebelum mereka datang ke  padepokan Mbah Dalem Aria Saringsingan (Banjaran Girang) mereka oleh kesaktian  Mbah Dalem Aria Saringsingan dialihkan jalannya ke arah barat kini tanda itu di kenal lewat sungai kecil Cisempong artinya disempongkeun (dialihkan). sehingga Mbah  Dalem Aria Saringsingan tetap aman di padepokannya.
Karena peristiwa  Mbah Dalem Aria Saringsingan itulah para tetua-tetua kerajaan dan rakyat berpendapat bahwa padepokan Mbah Dalem Aria Saringsingan akan banyak di  kunjungi tamu atau orang yang mau berguru ilmu kesaktian maka disebutlah Babanjiran (BANJARAN) Yang artinya kebanjiran oleh tamu  baik yang mau berguru ilmu ataupun yang hanya sekedar berjiarah.
Hal itu sampai sekarang  terbukti bahwa tamu yang datang ke Makom Mbah  Dalem Aria Saringsingan mayoritas dari daerah cirebon , jawa timur dan jawa tengah  bahkan ada yang sengaja datang berkunjung  dari luar pulau jawa untuk berjiarah ke makom Mbah Dalem Aria Saringsingan tersebut.
Setelah aman dari masalah dengan mataram   Mbah Dalem Aria Saringsingan membuat kerajaan yang diberi nama kerajaan Banjaran yang berazaskan Keislaman tapi posisi kerajaannya tidak berada di padepokannya melainkan jauh di depan (Sekarang Balai Desa Banjaran) dengan maksud tujuan tempat pertapaan atau padepokan tempat menyepi dirinya jauh dari keramaian dan kegiatan pemerintahan.
Kerajaan Banjaran waktu itu dipimpin Oleh Mbah Dalem Aria Saringsingan sendiri dengan Para bidang-bidang kelembagaanya masing-masing, diantaranya:
1.   Bidang Kebudayaan       : Mbah Buyut Nayaga
2.   Bidang Keagamaan        : Kyai Santri Kuning
3.   Bidang Kesehatan                    : Raden Ama Ucuk
4.   Bidang Pertanian           : Kyai Latief
5.   Panglima Perang            : Kyai Sabit
6.   Ponggawa Gapura                    : Eyang Kopral
Barang-barang pusaka pada masa kerajaan banjaran seperti goong renceng diperintahkan oleh Mbah Dalem Aria Saringsingan untuk di serahkan Oleh Mbah Buyut Nayaga selaku Bidang Kebudayaan kepada Kerajaan Talaga Manggung agar tidak terjadi hal-hal yang musrik terhadap prajuritnya Mengingat faham yang dianut oleh kerajaan banjaran adalah islam.
Goong renceng adalah barang pusaka yang sekarang ada di museum talaga manggung konon khabarnya jika goong tersebut di naikan ke atas panggung maka akan berbunyi sendiri karena di tabuh oleh kesaktinnya Mbah Buyut Nayaga.
Menurut nara sumber Setelah Raja Aria Saringsingan wafat para balad kurawa kerajaan Mbah Dalem Aria Saringsingan meninggalnya tidak dikubur melainkan di jelma menjadi pohon wargu dan jika para prajurit atau rakyatnya yang membutuhkan pertolongan maka sudah di sediakan sebuah kolam dari mata air yang letaknya tidak jauh dari Makam Keramatnya sekarang yang di beri nama situ hideung.
Dari cerita yang turun temurun dan adat kebiasaan para leluhur Hingga Kini Jika Ada calon yang ingin jadi kepala desa Banjaran atau yang hendak menjadi calon pegawai apapun maka, kebiasaanya yaitu Ziarah ke Makam Mbah Dalem Aria Saringsingan  .
Demikian Riwayat singkat Desa banjaran yang bisa kami himpun dari berbagai nara sumber hanya untuk melestarikan budaya dan sejarah Desa Banjaran

Banjaran, 12 Mei 2009





















Tampuk Pemerintahan Desa Banjaran
No.
Nama Kepala Desa
Masa Jabatan
Dari Tahun
Sampai Tahun
1
Aris I
1837
1866
2
Aris II
1866
1880
3
Martadinata
1880
1907
4
Sawali
1907
1918
5
Oyib
1918
1920
6
Idna Santana
1920
1950
7
Saleh
1950
1963
8
Raden D Chaeruman
1963
1967
9
H.M.I. Asyikin
1967
1998
10
H.M.O.Hopipuddin
1998
2008
11
Efen Supra’I, S.Pd.
2008


Penutup
Sejarah merupakan bagian dari Kebudayaan. Kebudayaan tersebut merupakan satu hal yang harus kita lestarikan bersama untuk menjaga keutuhan isi budaya tersebut.
Penulis bertolak dari kepentingan kedaerahannya, dimana Banjaran merupakan Desa Kelahiran yang dibanggakannya Namun semua yang tertuang tidak bisa lepas dari apa arti dan makna yang terkandung dalam isi sejarah itu sendiri. Dalam hal ini penulis sangat berharap untuk mendapatkan kritik dan sarannya dari pembaca yang budiman.

Banjaran 12 Mei 2009

Eman Suherman

1 komentar: